Jumat, 10 Desember 2010

LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN


Ditulis Oleh Eka Yanuarti

A. Pendahuluan       
            Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil pendidikan senantiasa dicari, diteliti, dan diupayakan melalui kajian berbagai komponen pendidikan. Perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, bahan-bahan instruksional, sistem penilaian, manajemen pendidikan, penataan guru, proses belajar-mengajar, dan lain-lain sudah banyak dilakukan. Kesemuanya itu merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah untuk memajukan pendidikan khusunya dalam meningkatkan kualitas hasil pendidikan nasional.
            Dalam meningkatkan proses dan hasil belajar para siswa sebagai salah satu indikator kualitas pendidikan, perbaikan, dan penyempurnaan sistem pengajaran merupakan upaya yang paling langsung dan nyata. Upaya tersebut diarahkan kepada kualitas pengajaran sebagai suatu proses yang diharapkan dapat menghasilkan kualitas hasil belajar siswa. Teknologi pendidikan adalah salah satu upaya yang juga  dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
            Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi dalam bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7).
            Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan. Kebijakan-kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945, program-program, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh pemerintah, di antaranya ada yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
            Secara sederhana didalam makalah ini penulis mencoba memaparkan landasan-landasan apa saja yang melatar belakangi kebijakan-kebijakan dalam pendidikan ? dan kebijakan-kebijkan apa saja yang ada dalam dunia pendidikan khususnya yang berkenaan teknologi pendidikan ?. 
B. Pembahasan
  1. Landasan Kebijakan Pendidikan
a.      Pengertian Kebijakan Pendidikan
            Kebijakan pendidikan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan berbangsa, konsep yang sering kita dengar, kita ucapkan dan kita lakukan, tetapi kita tidak mengetahui maknanya. Kebijakan merupakan keputusan yang telah ditetapkan atau standing decision yang memiliki karakteristik tertentu seperti konsistensi sikap dan keberulangan bagi subyek dan obyeknya (Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Reyes, 2001).
            Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah seperti politik, program, keputusan, undang-undang, aturan, ketentuan-ketentuan, kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis.
            Kata pendidikan sudah dikenal oleh manusia sejak Ia dilahirkan didunia ini, karena ia dilahirkan dari seorang ibu yang secara insting akan melindungi dan mengajari anaknya sehingga menjadi orang dewasa, di dalam proses pendewasaan itu seorang ibu akan dibantu oleh orang-orang disekitarnya yaitu melalui proses pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan baik secara formal maupun informal.
            Menurut Carter V. Good (1959) menyatakan, Educational policy is judgment, derived from some system of values and some assesment of situational factors, operating within institutionalized adecation as a general plan for guiding decision regarding means of attaining  desired educational objectives. Dalam arti kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai (http:ikmsatu.multply.com).
            Sementara kebijakan pendidikan dapat dimaknai sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk mengatur pendidikan di negaranya. Yang pasti, kebijakan apapun itu, selalu diwujudkan dalam bentuk keputusan yang menekankan pada implementasi tindakan, terlepas dari tindakan tersebut pada akhirnya dilakukan atau tidak. Dapat dipahami kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi,misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.
           Jadi dapat disimpulakan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara menyeluruh agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa tercapai.
b.      Pembuat Kebijakan Pendidikan
            Kebijakan pendidikan dipahami sebagai kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh Negara, yaitu berkenaan dengan lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif, dan kebijakan publik mengatur kehidupan bersama.
            Pelaku dan perumus kebijakan publik di Indonesia adalah perumus kebijakan itu sendiri (legislatif: DPR dan MPR), pemerintah (eksekutif: Presiden), badan administratif (Menteri Kabinet), dan peserta non-struktural (partai politik, interest groups, tokoh maupun perorangan).
            Perwujudan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan tersebut dapat dikategorisasikan menjadi 2 bentuk, yaitu yang pertama, terwujud dalam bentuk peraturan pemerintah seperti: GBHN, TAP MPR, UU tentang pendidikan, PP, dan seterusnya; yang kedua terwujud dalam bentuk sikap pemerintah, terutama dari Menteri Pendidikan Nasional yang meliputi sikap formal yang dituangkan melalui SK atau Permen, dan sikap non-formal seperti komentar, pernyataan, atau anjuran tentang segala hal yang berkaitan dengan pendidikan nasional. Tentunya, dalam pembentukan segala jenis peraturan pemerintah dan sikap formal pemerintah, tidaklah berjalan tanpa aturan. Di Indonesia, pembuatan kebijakan publik telah diatur dalam UU No.10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) (Assegaf, 2005).
            Mekanisme pembuatan kebijakan tersebut terbagi dalam tahap perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundang-undangan, dan penyebarluasan (Sirajuddin dkk, 2007). Tentunya kebijakan publik yang dimaksud juga meliputi kebijakan pendidikan yang berada dalam ranah publik.

c.       Kriteria Kebijakan Pendidikan
            Ada 6 (enam) karakteristik yang harus dimiliki dalam kebijakan pendidikan, yaitu memiliki tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional, dibuat oleh yang berwenang, dapat dievaluasi dan memiliki sistematika (http://kebijakan_pendidikan.com). Adapun penjelasan yang lebih jelas adalah :
1)   Memiliki Tujuan Pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2)   Memenuhi Aspek Legal-Formal
            Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga,bisa dimunculkan suatu kebijakan pendidika.
3)               Memiliki Konsep Operasional
            Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.

4)               Dibuat Oleh yang Berwenang
            Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.  Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
5)               Dapat Dievaluasi
            Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
6)               Memiliki Sistematika
            Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya.
            Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.
d.      Arah Kebijakan Pendidikan di Indonesia
            Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:
1)      Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2)      Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3)      Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional.
4)      Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai.
5)      Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6)      Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7)      Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak  dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya.
8)      Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.

            Pembahasan mengenai masalah kebijakan pendidikan nasional tentunya tidak akan pernah terlepas dari pembahasan mengenai dimensi politik yang mengonstruknya. Dapat dikatakan bahwa segala kebijakan pendidikan pada dasarnya merupakan keputusan politik. dapat diambil kesimpulan secara umum bahwa kebijakan pendidikan memang selalu bernuansa politis. Sistem pendidikan yang ditetapkan melalui kebijakan pendidikan tersebut sebenarnya adalah usaha-usaha pemerintah sebagai kelompok elit minoritas yang sedang berkuasa di sebuah negara untuk melanggengkan status kekuasaannya serta melestarikan hegemoni atas rakyat mayoritas yang menjadi sasaran implementasi kebijakan tersebut.       
  1. Kebijakan-Kebijakan Pemerintah dalam Teknologi Pendidikan
a.         Kebijakan-Kebijakan Umum
            Kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan teknologi pendidikan yang bersifat umum terdapat dalam UUD 1945, yang tertuang dalam pasal 28 huruf c, dan pasal 31 huruf e. sedangkan kebijakan yang bersifat khusus tertuang dalam Pemen 38 tahun 2008.
1)    UUD 1945
            Secara umum kebijakan pemerintah tertuang dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 huruf c, dan pasal 31.
Bunyi pasal 28 huruf c adalah sebagai berikut.
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Dalam pasal 31 dikatakan sebagai berikut.
a)                              Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
b)      Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
c)      Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
d)      Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangjkurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
e)      Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.
b.         Kebijakan-kebijakan Khusus
            Untuk dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan umum tersebut pemerintah menuangkannya dalam kebijakan-kebijakan khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen). Permen No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tekonologi Komunikasi dan Informasi dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
            Adapun bentuk program dari Permen No. 38 Tahun 2008 ini diantaranya adanya PUSTEKOM (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk pendidikan dan JARDIKNAS (Jaringan Pendidikan Nasional).
1)      PUSTEKOM  untuk Pendidikan
            Tugas dan fungsi Pustekkom sebagaimana diamanatkan melalui Permendiknas No. 23 Tahun 2005, tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat-Pusat di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, Pustekkom mempunyai tugas mengembangkan, membina dan mengevaluasi kegiatan di bidang teknologi pendidikan dan pendayagunaan TIK  (Teknologi Informasi Komunikasi) untuk pendidikan.
            Pustekkom menyelenggarakan fungsi: a) merumuskan kebijakan teknis di bidang TIK untuk pendidikan; b) pengembangan model dan media pembelajaran berbasis teknologi informasi dan teknologi komunikasi serta teknologi pembelajaran; dan c) pengembangan sumber daya manusia di bidang teknologi pendidikan, teknologi informasi serta teknologi komunikasi untuk pendidikan.
            Kemudian diperkuat dengan Permendiknas No.38 tahun 2008 tentang pengelolaan TIK di Lingkungan Depdiknas, yang menetapkan Pustekkom sebagai penanggung jawab TIK Departemen.
            Tugas dan fungsi tersebut dijabarkan dalam program dan kegiatan   pengembangan  berbagai model dan sistem sebagai upaya pendayagunaan TIK untuk pendidikan, khususnya dalam mendukung program Wajar Dikdas 9 tahun. Kiprah Pustekkom berawal pada periode tahun 1979 s.d 1990 melalui pngembangan TKPLS, SMP Terbuka dan SMP Kecil; kemudian berlanjut pada periode tahun 1991 s.d 2000 Pustekkom melakukan pengembangan media audio interaktif, STVPS, Penyetaraan    D II SP, Diklat bahasa Inggris untuk guru SD, IDLN dan SEAMOLEC; dan kemudian pada periode tahun 2001 s.d 2009 dilakukan pengembangan PSB, SMA Terbuka, TVE, edukasinet, Jardiknas, radio edukasi, anugerah e-Pendidikan, dan jabatan fungsional pengembang teknologi pembelajaran (http://Jardiknas.kemdiknas.go.id).

2)      JARDIKNAS
            JARDIKNAS sebagai jaringan tertutup pada lingkungan Dinas Pendidikan sedianya memiliki konten atau isi yang bisa dimanfaaatkan bersama baik dalam satu zona maupun antar zona. Konten-konten yang dimaksud adalah konten administrasi (e-administrasi), konten pembelajaran (e-pembelajaran atau e-learning) serta konten informasi dan kebijakan pendidikan (pasal 8 ayat (1) Permendiknas No. 38 tahun 2008).
Konten adminsitrasi (e-administrasi) terdiri atas konten data pendidikan dan data non pendidikan. Untuk konten administrasi yang berhubungan dengan konten data pendidikan menjadi tanggung jawab Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Badan Penelitian dan Pengembangan; Sedangkan untuk konten administrasi yang berhubungan dengan konten data non pendidikan menjadi tanggungjawab Satker terkait, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing Satker.
            Adapun konten pembelajaran (e-pembelajaran) terdiri atas bahan belajar berbasis kurikulum dan pengayaan untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Dan harus diingat e- pada e-pembelajaran bukan lagi bermakna electronic melainkan enhanced, yang menunjukkan pembelajaran tersebut telah ditingkatkan dengan memanfaatkan TIK.
            Adapun pemanfaatan JARDIKNAS sendiri dilakukan dengan strategi konten yang diperlukan sebisa mungkin tersedia secara lokal pada jaringan LAN (Local Area Network) Sekolah / Perguruan Tinggi, sehingga akses menjadi lebih cepat dan murah. Selanjutnya bila konten tidak terdapat dalam LAN sekolah misalnya, maka konten tersebut dapat dicari melalui WAN (Wide Area Network) yang merupakan interkoneksi dinas pendidikan dan sekolah (http://kusnandarkusuma.blog.spot.com).
           
            JARDIKNAS dan PUSTEKOM saat ini masih berbenah diri, berusaha stabil dalam kecepatan koneksi dan memperkaya konten-konten yang dimilikinya. JARDIKNAS dan PUSTEKOM kedepannya mungkin saja menjadi sarana pembelajaran berbasis TIK pada sekolah-sekolah kita, yang memperkuat akar pengetahuan dan meningkatkan daya saing anak didik untuk menghadapi arus globalisasi sehingga tidak ada lagi dikotomi ini lulusan Jawa dan lulusan Sumatera .
C. Kesimpulan
            Kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara menyeluruh agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa tercapai.
            Pelaku dan perumus kebijakan publik di Indonesia adalah perumus kebijakan itu sendiri (legislatif: DPR dan MPR), pemerintah (eksekutif: Presiden), badan administratif (Menteri Kabinet), dan peserta non-struktural (partai politik, interest groups, tokoh maupun perorangan).
            Ada 6 (enam) karakteristik yang harus dimiliki dalam kebijakan pendidikan, yaitu memiliki tujuan pendidikan, memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional, dibuat oleh yang berwenang, dapat dievaluasi dan memiliki sistematika
            Kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan teknologi pendidikan yang bersifat umum terdapat dalam UUD 1945, yang tertuang dalam pasal 28 huruf c, dan pasal 31 huruf e. sedangkan kebijakan yang bersifat khusus tertuang dalam Pemen 38 tahun 2008. Bentuk implementasi ini diantaranya adanya JARDIKNAS dan PUSTEKOM.








REFERENSI

Assegaf, Abd. Rachman. 2005. Politik Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Kalam.
Guza, Afnil. 2009. Undang-Undang Sisdiknas, Guru dan Dosen, Jakarta: Asa Mandiri.
Redaksi Sinar Grafika. 2002. UUD 1954 Hasil Amademen dan Proses Amademen UUD 1945 Secara Lengkap. Jakarta:Sinar Grafika.
Reyes, Giovanni E. 2001. The Policy Making Process and Models for Public Policy Analysis. Dalam http://sincronia.cucsh.udg.mx/poan.htm .
Sirajuddin, Fatkhurohman, dan Zulkarnain. 2007. Legislative Drafting: Pelembagaan Metode Partisipatif dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Malang: YAPPIKA, MCW, dan In Trans Publishing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar