A. Pendahuluan
Upaya untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil pendidikan senantiasa dicari, diteliti, dan
diupayakan melalui kajian berbagai komponen pendidikan. Perbaikan dan
penyempurnaan kurikulum, bahan-bahan instruksional, sistem penilaian, manajemen
pendidikan, penataan guru, proses belajar-mengajar, dan lain-lain sudah banyak
dilakukan. Kesemuanya itu merupakan bukti nyata dari upaya pemerintah untuk
memajukan pendidikan khusunya dalam meningkatkan kualitas hasil pendidikan
nasional.
Dalam
meningkatkan proses dan hasil belajar para siswa sebagai salah satu indikator kualitas
pendidikan, perbaikan, dan penyempurnaan sistem pengajaran merupakan upaya yang
paling langsung dan nyata. Upaya tersebut diarahkan kepada kualitas pengajaran
sebagai suatu proses yang diharapkan dapat menghasilkan kualitas hasil belajar
siswa. Teknologi pendidikan adalah salah satu upaya yang juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan.
Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah guna tercapainya cita-cita dalam bidang
pendidikan seperti yang diamanatkan oleh pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa. Upaya yang dilakukan tersebut berupa pembaharuan atau inovasi
dalam bidang pendidikan. Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu
perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja
diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan
Rusyan, 1988:7).
Untuk
itu pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan.
Kebijakan-kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945,
program-program, undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, dan
sebagainya. Kebijakan-kebijakan tersebut sudah banyak yang dikeluarkan oleh
pemerintah, di antaranya ada yang berkaitan dengan teknologi pendidikan.
Secara
sederhana didalam makalah ini penulis mencoba memaparkan landasan-landasan apa
saja yang melatar belakangi kebijakan-kebijakan dalam pendidikan ? dan
kebijakan-kebijkan apa saja yang ada dalam dunia pendidikan khususnya yang
berkenaan teknologi pendidikan ?.
B. Pembahasan
- Landasan Kebijakan
Pendidikan
a. Pengertian
Kebijakan Pendidikan
Kebijakan
pendidikan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi dalam kehidupan
berbangsa, konsep yang sering kita dengar, kita ucapkan dan kita lakukan, tetapi kita tidak mengetahui
maknanya. Kebijakan merupakan keputusan yang telah ditetapkan atau standing
decision yang memiliki karakteristik tertentu seperti konsistensi sikap
dan keberulangan bagi subyek dan obyeknya (Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt
dalam Reyes, 2001).
Kebijakan (policy) seringkali disamakan dengan istilah seperti politik, program, keputusan, undang-undang, aturan, ketentuan-ketentuan,
kesepakatan, konvensi, dan rencana strategis.
Kata pendidikan
sudah dikenal oleh manusia sejak Ia dilahirkan didunia ini, karena ia dilahirkan
dari seorang ibu yang secara insting akan melindungi dan mengajari anaknya
sehingga menjadi orang dewasa, di dalam proses pendewasaan itu seorang ibu akan dibantu oleh orang-orang
disekitarnya yaitu melalui proses pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan
baik secara formal maupun informal.
Menurut Carter V. Good (1959) menyatakan, Educational policy is judgment, derived from some system of values and some assesment of situational factors, operating within institutionalized adecation as a general plan for guiding decision regarding means of attaining desired educational objectives. Dalam arti kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai (http:ikmsatu.multply.com).
Menurut Carter V. Good (1959) menyatakan, Educational policy is judgment, derived from some system of values and some assesment of situational factors, operating within institutionalized adecation as a general plan for guiding decision regarding means of attaining desired educational objectives. Dalam arti kebijakan pendidikan adalah suatu penilaian terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa dicapai (http:ikmsatu.multply.com).
Sementara kebijakan
pendidikan dapat dimaknai sebagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah
untuk mengatur pendidikan di negaranya. Yang pasti, kebijakan apapun itu,
selalu diwujudkan dalam bentuk keputusan yang menekankan pada implementasi
tindakan, terlepas dari tindakan tersebut pada akhirnya dilakukan atau tidak.
Dapat dipahami kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan
proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan
dari visi,misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan
pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.
Jadi dapat disimpulakan bahwa
kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang dijadikan sebagai panduan
pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan disesuaikan dengan
lingkugan hidup pendidikan secara menyeluruh agar tujuan pendidikan yang
diinginkan bisa tercapai.
b. Pembuat
Kebijakan Pendidikan
Kebijakan
pendidikan dipahami sebagai kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan yang
dibuat oleh Negara, yaitu berkenaan dengan lembaga eksekutif, legislative, dan yudikatif, dan kebijakan
publik
mengatur kehidupan bersama.
Pelaku dan perumus
kebijakan publik di Indonesia adalah perumus kebijakan itu sendiri (legislatif:
DPR dan MPR), pemerintah (eksekutif: Presiden), badan administratif (Menteri
Kabinet), dan peserta non-struktural (partai politik, interest groups,
tokoh maupun perorangan).
Perwujudan kebijakan
pemerintah di bidang pendidikan tersebut dapat dikategorisasikan menjadi 2
bentuk, yaitu yang pertama, terwujud dalam bentuk peraturan pemerintah seperti:
GBHN, TAP MPR, UU tentang pendidikan, PP, dan seterusnya; yang kedua terwujud
dalam bentuk sikap pemerintah, terutama dari Menteri Pendidikan Nasional yang
meliputi sikap formal yang dituangkan melalui SK atau Permen, dan sikap
non-formal seperti komentar, pernyataan, atau anjuran tentang segala hal yang
berkaitan dengan pendidikan nasional. Tentunya, dalam pembentukan segala jenis
peraturan pemerintah dan sikap formal pemerintah, tidaklah berjalan tanpa
aturan. Di Indonesia, pembuatan kebijakan publik telah diatur dalam UU No.10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) (Assegaf,
2005).
Mekanisme pembuatan
kebijakan tersebut terbagi dalam tahap perencanaan, persiapan, teknik
penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundang-undangan, dan
penyebarluasan (Sirajuddin dkk, 2007). Tentunya kebijakan publik yang dimaksud
juga meliputi kebijakan pendidikan yang berada dalam ranah publik.
c. Kriteria
Kebijakan Pendidikan
1)
Memiliki Tujuan Pendidikan
Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun
lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah
untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
2)
Memenuhi Aspek Legal-Formal
Kebijakan
pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas
pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara
sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi
syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah
wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga,bisa dimunculkan suatu kebijakan
pendidika.
3)
Memiliki Konsep Operasional
Kebijakan
pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai
manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan
pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
4)
Dibuat Oleh yang Berwenang
Kebijakan
pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki
kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan
dan lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para
politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat
kebijakan pendidikan.
5)
Dapat Dievaluasi
Kebijakan
pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk
ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung
kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki
karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan
efektif.
6)
Memiliki Sistematika
Kebijakan pendidikan tentunya
merupakan sebuah sistem, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas
menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun
dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar
kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh
strukturnya akibat serangkaian faktor yang hilang atau saling berbenturan satu
sama lainnya.
Hal ini harus diperhatikan dengan
cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara
internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu
dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan
kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.
d. Arah
Kebijakan Pendidikan di Indonesia
Kebijakan
pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal
sebagai berikut:
1) Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia
berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti.
2) Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta
meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik
mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan
budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan.
3) Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk
pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani
keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal
sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
professional.
4) Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun
luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta
meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan
prasarana memadai.
5) Melakukan pembaharuan dan pemantapan
sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan
dan manajemen.
6) Meningkatkan kualitas lembaga
pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk
memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7) Mengembangkan kualitas sumber daya
manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai
upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda
dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan
lindungan sesuai dengan potensinya.
8) Meningkatkan penguasaan, pengembangan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa
sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna
meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya lokal.
Pembahasan mengenai
masalah kebijakan pendidikan nasional tentunya tidak akan pernah terlepas dari
pembahasan mengenai dimensi politik yang mengonstruknya. Dapat dikatakan bahwa
segala kebijakan pendidikan pada dasarnya merupakan keputusan politik. dapat
diambil kesimpulan secara umum bahwa kebijakan pendidikan memang selalu
bernuansa politis. Sistem pendidikan yang ditetapkan melalui kebijakan
pendidikan tersebut sebenarnya adalah usaha-usaha pemerintah sebagai kelompok
elit minoritas yang sedang berkuasa di sebuah negara untuk melanggengkan status
kekuasaannya serta melestarikan hegemoni atas rakyat mayoritas yang menjadi
sasaran implementasi kebijakan tersebut.
- Kebijakan-Kebijakan
Pemerintah dalam Teknologi Pendidikan
a.
Kebijakan-Kebijakan Umum
Kebijakan-kebijakan
yang berkenaan dengan teknologi pendidikan yang bersifat umum terdapat dalam
UUD 1945, yang tertuang dalam pasal 28 huruf c, dan pasal 31 huruf e. sedangkan
kebijakan yang bersifat khusus tertuang dalam Pemen 38 tahun 2008.
1) UUD 1945
Secara
umum kebijakan pemerintah tertuang dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 huruf c, dan pasal 31.
Bunyi pasal 28 huruf c adalah sebagai
berikut.
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan
dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
demi kesejahteraan umat manusia.
Dalam pasal 31 dikatakan sebagai berikut.
a)
Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
b) Setiap
warga Negara wajib mengikuti pendidikan
dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
c) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional.
d) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurangjkurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
e)
Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan
bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia.
b.
Kebijakan-kebijakan Khusus
Untuk
dapat melaksanakan kebijakan-kebijakan umum tersebut pemerintah menuangkannya
dalam kebijakan-kebijakan khusus berupa Undang-Undang (UU), Peraturan
Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen). Permen No. 38 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Tekonologi
Komunikasi dan Informasi dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional.
Adapun
bentuk program dari Permen No. 38 Tahun 2008 ini diantaranya adanya PUSTEKOM (Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi) untuk pendidikan dan JARDIKNAS (Jaringan
Pendidikan Nasional).
1) PUSTEKOM untuk Pendidikan
Tugas dan fungsi Pustekkom sebagaimana diamanatkan melalui Permendiknas
No. 23 Tahun 2005, tentang Organisasi dan Tata Kerja Pusat-Pusat di Lingkungan
Departemen Pendidikan Nasional, Pustekkom mempunyai tugas mengembangkan,
membina dan mengevaluasi kegiatan di bidang teknologi pendidikan dan
pendayagunaan TIK (Teknologi Informasi Komunikasi) untuk pendidikan.
Pustekkom menyelenggarakan fungsi: a) merumuskan kebijakan
teknis di bidang TIK untuk pendidikan; b) pengembangan model dan media pembelajaran berbasis
teknologi informasi dan teknologi komunikasi serta teknologi pembelajaran; dan c) pengembangan
sumber daya manusia di bidang teknologi pendidikan, teknologi informasi serta
teknologi komunikasi untuk pendidikan.
Kemudian diperkuat dengan Permendiknas No.38 tahun 2008 tentang
pengelolaan TIK di Lingkungan Depdiknas, yang menetapkan Pustekkom sebagai
penanggung jawab TIK Departemen.
Tugas dan fungsi tersebut dijabarkan dalam program dan
kegiatan pengembangan berbagai model dan sistem sebagai upaya
pendayagunaan TIK untuk pendidikan, khususnya dalam mendukung program Wajar
Dikdas 9 tahun. Kiprah Pustekkom berawal pada periode tahun 1979 s.d 1990
melalui pngembangan TKPLS, SMP Terbuka dan SMP Kecil; kemudian berlanjut pada
periode tahun 1991 s.d 2000 Pustekkom melakukan pengembangan media audio
interaktif, STVPS, Penyetaraan D II SP, Diklat bahasa Inggris
untuk guru SD, IDLN dan SEAMOLEC; dan kemudian pada periode tahun 2001 s.d 2009
dilakukan pengembangan PSB, SMA Terbuka, TVE, edukasinet, Jardiknas, radio
edukasi, anugerah e-Pendidikan, dan jabatan fungsional pengembang teknologi
pembelajaran (http://Jardiknas.kemdiknas.go.id).
2) JARDIKNAS
JARDIKNAS sebagai jaringan tertutup pada lingkungan Dinas Pendidikan
sedianya memiliki konten atau isi yang bisa dimanfaaatkan bersama baik dalam
satu zona maupun antar zona. Konten-konten yang dimaksud adalah konten
administrasi (e-administrasi), konten pembelajaran (e-pembelajaran atau
e-learning) serta konten informasi dan kebijakan pendidikan (pasal 8 ayat (1)
Permendiknas No. 38 tahun 2008).
Konten adminsitrasi (e-administrasi) terdiri atas konten data pendidikan dan data non pendidikan. Untuk konten administrasi yang berhubungan dengan konten data pendidikan menjadi tanggung jawab Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Badan Penelitian dan Pengembangan; Sedangkan untuk konten administrasi yang berhubungan dengan konten data non pendidikan menjadi tanggungjawab Satker terkait, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing Satker.
Konten adminsitrasi (e-administrasi) terdiri atas konten data pendidikan dan data non pendidikan. Untuk konten administrasi yang berhubungan dengan konten data pendidikan menjadi tanggung jawab Pusat Statistik Pendidikan (PSP), Badan Penelitian dan Pengembangan; Sedangkan untuk konten administrasi yang berhubungan dengan konten data non pendidikan menjadi tanggungjawab Satker terkait, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing Satker.
Adapun konten pembelajaran (e-pembelajaran) terdiri atas bahan belajar
berbasis kurikulum dan pengayaan untuk semua jalur, jenjang dan jenis
pendidikan. Dan harus diingat e- pada e-pembelajaran bukan lagi bermakna
electronic melainkan enhanced, yang menunjukkan pembelajaran tersebut telah
ditingkatkan dengan memanfaatkan TIK.
Adapun pemanfaatan
JARDIKNAS sendiri dilakukan dengan strategi konten yang diperlukan sebisa
mungkin tersedia secara lokal pada jaringan LAN (Local Area Network) Sekolah / Perguruan Tinggi, sehingga akses
menjadi lebih cepat dan murah. Selanjutnya bila konten tidak terdapat dalam LAN
sekolah misalnya, maka konten tersebut dapat dicari melalui WAN (Wide Area Network) yang merupakan
interkoneksi dinas pendidikan dan sekolah (http://kusnandarkusuma.blog.spot.com).
JARDIKNAS
dan PUSTEKOM saat ini masih berbenah diri, berusaha stabil dalam kecepatan
koneksi dan memperkaya konten-konten yang dimilikinya. JARDIKNAS dan PUSTEKOM
kedepannya mungkin saja menjadi sarana pembelajaran berbasis TIK pada
sekolah-sekolah kita, yang memperkuat akar pengetahuan dan meningkatkan daya
saing anak didik untuk menghadapi arus globalisasi sehingga tidak ada lagi
dikotomi ini lulusan Jawa dan lulusan Sumatera .
C. Kesimpulan
Kebijakan pendidikan adalah suatu
produk yang dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang
legal-netral dan disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara
menyeluruh agar tujuan pendidikan yang diinginkan bisa tercapai.
Pelaku dan perumus
kebijakan publik di Indonesia adalah perumus kebijakan itu sendiri (legislatif:
DPR dan MPR), pemerintah (eksekutif: Presiden), badan administratif (Menteri
Kabinet), dan peserta non-struktural (partai politik, interest groups,
tokoh maupun perorangan).
Ada 6 (enam) karakteristik yang
harus dimiliki dalam kebijakan pendidikan, yaitu memiliki tujuan pendidikan,
memenuhi aspek legal-formal, memiliki konsep operasional, dibuat oleh yang
berwenang, dapat dievaluasi dan memiliki sistematika
Kebijakan-kebijakan yang berkenaan
dengan teknologi pendidikan yang bersifat umum terdapat dalam UUD 1945, yang
tertuang dalam pasal 28 huruf c, dan pasal 31 huruf e. sedangkan kebijakan yang
bersifat khusus tertuang dalam Pemen 38 tahun 2008. Bentuk implementasi ini
diantaranya adanya JARDIKNAS dan PUSTEKOM.
REFERENSI
Assegaf, Abd. Rachman. 2005. Politik
Pendidikan Nasional: Pergeseran Kebijakan Pendidikan Agama Islam dari Praproklamasi ke Reformasi. Yogyakarta: Kurnia Kalam.
Guza, Afnil. 2009. Undang-Undang
Sisdiknas, Guru dan Dosen, Jakarta: Asa Mandiri.
Redaksi Sinar Grafika. 2002. UUD 1954
Hasil Amademen dan Proses Amademen UUD 1945 Secara Lengkap. Jakarta :Sinar Grafika.
Reyes, Giovanni E. 2001. The
Policy Making Process and Models for Public Policy Analysis. Dalam http://sincronia.cucsh.udg.mx/poan.htm .
Sirajuddin, Fatkhurohman, dan Zulkarnain. 2007. Legislative Drafting: Pelembagaan Metode Partisipatif dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Malang: YAPPIKA, MCW, dan In
Trans Publishing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar