A.
Pendahuluan
Sejarah
filsafat kaya dengan ide-ide yang membahas mengenai pendidikan, sehingga
munculah salah-satu cabang filsafat dalam disiplin ilmu yang disebut dengan
filsafat pendidikan. Filsafat sebagai the
mother of knowledge juga memikirkan masalah pendidikan akhirnya muncul
pandangan-pandangan filsafat dalam pendidikan.
Proses
pertumbuhan filsafat sebagai hasil pemikiran para filosof dalam rentang waktu
yang dilaluinya telah melahirkan berbagai macam pandangan. Pandangan para
filosof tersebut adakalanya bersifat
saling mendukung, tetapi juga tak jarang pula yang bertentangan. Hal ini dapat
dimaklumi karena hasil pemikiran filosof bukan merupakan komponen yang berdiri
sendiri, tetapi akan senantiasa dipengaruhi banyak faktor, seperti pendekatan
yang dipakai serta kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.
Dalam
perjalanan sejarahnya, filsafat pendidikan melahirkan berbagai pandangan yang
cenderung menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. Hal ini
disebabkan karena masing-masing pandangan berusaha mempertahankan pendapatnya
sebagai suatu kebenaran. Pengaruh dari pandangan yang berbeda tersebut
melahirkan berbagai aliran, seperti, eksisitensialisme, realisme, pragmatisme,
idealisme, humanisme, dan lain-lain (Ramayulis dan Samsul Nizar,2009:15).
Dalam
makalah sederahana penulis hanya akan membahas aliran idealisme untuk memenuhi
tugas pada mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam, di sini penulis mencoba menjelaskan
apa itu aliran idealisme ? siapa saja tokoh-tokohnya?, bagaimana
implementasinya dalam pendidikan? dan lembaga mana saja yang menerapkan aliran
idealisme ini ?.
B.
Pembahasan
1. Aliran Filsafat Idealisme
Idealisme merupakan sistem filsafat yang telah dikembangkan
oleh para filsuf di Barat maupun di Timur. Di Timur, idealisme berasal dari
India Kuno, dan di Barat idealisme berasal dari Plato, yaitu filsuf Yunani yang
hidup pada tahun 427-347 sebelum Masehi. (www.idealisme.com).
Kata Idealisme berasal dari
bahasa Inggris yaitu Idelism. Istilah ini pertama kali
digunakan secara filosofis oleh Leibniz pada awal abad ke-18. Leibniz memakai
dan menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato yang bertolak belakang dengan
materialism Epikuros. Idealisme merupakan
kunci masuk ke hakikat realitas (Lavinel,2003:7)
Doktrin idealisme memiliki akar yang
mendalam dalam sejarah pemikiran manusia, kata idealisme adalah salah satu kata
yang memainkan peran penting sepanjang sejarah filsafat. Idealisme memainkan
peran pertamanya dalam tradisi filsafat di tangan Plato yang mengemukakan teori
tertentu tentang akal dan pengetahuan manusia, teori ini dikenal dengan nama
“teori bentuk-bentuk Platonik”, idealisme Plato tidak berarti melepaskan pengetahuan empirikal
dan realitas-realitas objektif yang tidak bergantung pada wilayah konsepsi
dalam pengetahuan, tapi Plato mengukuhkan objektivitas pengetahuan rasional
yang mengungguli empirikal, dengan menegaskan bahwa pengetahaun rasional yaitu
pengetahuan tentang bentuk-bentuk umum, seperti
mengetahui gagasan tentang manusia, air, dan cahaya mempunyai hakikat
objektif yang tak bergantung pada proses akal (intellection) (falsafatuna,1991:72).
Aliran Idealisme merupakan suatu
aliran yang mengagungkan jiwa. Menurut aliran ini cita adalah gambaran asli
yang bersifat ruhani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan
bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indra (Suryadiputra,1994:133). Dari
pertemuan jiwa dan cita, lahirlah suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran
ini memandang dan menganggap yang nyata hanya idea. Idea selalu tetap, tidak
mengalami perubahan dan pergeseran yang mengalami gerak yang tidak
dikategorikan idea (Poedjawijanta,1987:23).
Dunia idea merupakan lapangan rohani
dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar.
Sedangkan ruangnya tidak mempunyai batas dan tumpuan. Idea merupakan tempat
kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan sifatnya kekal dan
sedikitpun tidak mengalami perubahan.
Bagi Plato idea bukanlah gagasan
yang hanya terdapat di dalam pikiran saja yang bersifat subjektif, idea ini
bukan gagasan yang hanya terdapat di dalam pikiran saja yang bersifat
subjektif, ide ini bukan gagasan yang dibuat manusia yang ditemukan manusia,
sebab idea ini bersifat objektif artinya berdiri sendiri, lepas dari subjektif
yang berfikir, tidak tergantung kepada pemikiran manusia, akan tetapi justru
sebaliknya, idealah yang memimpin pikiran manusia (Harun Hadiwijoyo,1980:42).
Keberadaan idea tidak tampak dalam
wujud lahiriah, gambaran asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Menurut
pandangan idealisme, alam adalah gambaran dari dunia ide disebabkan posisinya
tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud idea adalah hakikat murni dan asli di
mana keberadaanya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material (Jalaludin dan Abdullah Idi,2009:64)
Aliran idealisme sangat identik
dengan alam dan lingkungan, karena itu aliran ini melahirkan dua macam realita,
pertama yang tampak, yaitu apa yang dialami oleh kita selaku mahluk hidup dalam
lingkungan ini seperti ada yang dating dan pergi, ada yang hidup dan ada yang
mati, demikian seterusnya. Kedua, realitas sejati, yang merupakan sifat yang
kekal dan sempurna (idea). Gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya memiliki
nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejataian
kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang
hakiki (Peursen,1987:61).
Konsep umum filsafat
Idealisme dalam (www.idealisme_pendidikan.com)
a)
Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas (segala sesuatu yang ada) secara menyelurh (komprehensif).
1)
Hakikat Realistis
2)
Hakikat Manusia
Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya
bersifat spiritual/kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian
jiwa, yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian rasional, thumos
(semangat atau keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau
nafsu). Dari ketiga bagian jiwa tersebut
akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia bukanlah
badannya, melainkan jwa/spiritnya, manusia adalah makhluk berfikir, mampu
memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral
yang jelas dan bertujuan
b)
Epistemotologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat pengetahuan. Menurut filsuf idealisme, proses mengetahui terjadi dalam pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati). Beberapa filsuf percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah susatu yang diingat kembali)
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat pengetahuan. Menurut filsuf idealisme, proses mengetahui terjadi dalam pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati). Beberapa filsuf percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah susatu yang diingat kembali)
c)
Aksiologi
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat nilai.Para
filsuf idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut penganut Idealime
Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Penganut Idealisme
Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan alam
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang hakikat nilai.
Filsafat pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir
adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melalui panca
indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah
tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk
secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Nilai tidak
diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
Plato bertitik tolak dari manusi yang harmonis serta adil
dan dalam jiwa itu ia menggunakan pembagian jiwa atas tiga fungsi. Dalam jiwa
kita terdapat suatu bagian keinginan (ephithymia),
suatu bagian energy (thymos), dan
suatu bagian rational (logos) sebagai
puncak serta pelingkup. Jika keinginan serta energi di bawah pimpinan rasio
dapat berkembang dengan semestinya, maka akan timbul manusia yang harmonis dan
adil (PA Van Den Weij,2000:27).
Plato mengemukakan bahwa jika manusia tahu apa yang dikatakannya sebagai hidup baik, mereka
tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan
dengan moral. Kejahatan terjadi karena orang tidak tahu bahwa perbuatan
tersebut tidak baik, jika seseorang menemukan sesuatu yang benar, maka orang
tersebut tidak akan berbuat salah.
Filsafat Idealisme
adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind),
roh (soul) atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat
kebendaan atau material. Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya,
yakni apa yang disebut “mind”. Mind
merupakan wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan
penggerak semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind) merupakan faktor utama yang
menggerakkan semua aktivitas manusia, badan, atau jasmani tanpa memiliki
apa-apa.
Idealisme
berpendirian, bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan (ide) atau spirit.
Segala benda yang nampak berhubungan dengan kejiwaan dan segala aktivitas
adalah aktiviatas kejiwaan. Dunia ini dipandang bukan hanya sebagai mekanisme,
tetapi dipandang sebagai sistem yang msing-masing unsurnya saling berhubungan,
dunia adalah keseluruhan (totalitas), suatu kesatuan yang logis dan bersifat
spiritual.
Idealisme berorientasi kepada
ide-ide yang bersifat theo-sentris (berpusat
kepada Tuhan) kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal yang ideal (serba cita) dan
kepada norma-norma yang mengangung kebenaran mutlak. Oleh karena nilai-nilai
idealism bercorak spiritual, maka kebanyakan kaum idealism mempercayai adanya
Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari kejadian alam semesta ini (Ramayulis
dan Samsul Nizar,2009:15).
Inti
yang terpenting dari ajaran ini adalah bahwa manusia menganggap ruh atau sukma
lebih beharga dan lebih tinggi dibandingkan materi bagi kehidupan manusia. Ruh
merupakan hakikat yang sebenarnya, sementara benda atau materi disebut sebagai
penjelmaan dari ruh atau sukma. Aliran idealism berusaha menerangkan secara
alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan
ruhaniah, dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan
murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan
lainnya, sehingga terbentuklah kebudayaan dan peradaban baru (Bakry,1992:56)
Dengan
demikian Idealisme ialah
aliran filsafat yang menganggap atau
memandang ide itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain
menganggap materi berasal dari idea atau diciptakan dari ide. Idealisme disebut
dengan idea sedangkan dunia dianggap fana tanpa adanya idea-idea yang menjadi
tujuan hidup.
Dalam paham idealisme akal merupakan
inti utama dari paham ini, dengan akal dapat menimbulkan ide-ide atau cita-cita
yang akan menjadi penuntun tingkah laku manusia. Hal ini pun dijelaskan dalam
Al-Qur’an bagaimana manusia selalu diserukan untuk menggunakan akalnya, seperti
dalam surat Al-Baqarah ayat 44 :
* tbrâ�ßDù's?r&
}¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/
tböq|¡Ys?ur
öNä3|¡àÿRr&
öNçFRr&ur
tbqè=÷Gs?
|=»tGÅ3ø9$#
4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès?
ÇÍÍÈ
Artinya
: Mengapa kamu suruh orang lain
(mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri,
padahal kamu membaca Al-kitab (Taurat) ? apakah tidaklah kamu berpikir ?
2. Tokoh-Tokoh Aliran Idealisme Beserta
Pemikirannya
Dalam filsafat ada
beberapa aliran salah satunya adalah aliran idealisme. Plato adalah generasi
awal yang telah membangun prinsip-prinsip filosofi aliran idealis. George WE
Hegel kemudian merumuskan aliran idealisme ini secara komprehensif ditinjau
secara filosofi maupun sejarah. Tokoh-tokoh lain yang juga mendukung aliran
idealisme antara lain Immanuel Kant, George Berkeley, Fichte, Hegel dan Schelling
serta Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah Imam Al Ghazali dan Al-Razi.(www.tokoh_idealisme.com)
a. Plato
Tokoh aliran idealisme yang pertama kali adalah Plato
(427-374 SM), murid Sokrates. Plato dilahirkan dalam keluarga aristiokrasi di
Athena, sekitar 427 SM dan meninggal dalam usia 80 tahun. Ayahnya Ariston,
adalah keturunan dari raja pertama Athena yang berkuasa pada abad ke-7 SM.
Sementara ibunya, Perictions, adalah keturunan keluarga solon, seorang pembuat
undang-undang, penyair, memimpin militer dari kaum ningrat dan pendiri dari
demokrasi Athena terkemuka (Smith,1986:29).
Plato mengemukakan
bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan
kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas
masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki
kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi,
selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari
raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang
menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami
pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam
melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran
tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal
dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia
dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia
akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk
mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.
b. Immanuel Kant (1724
– 1808)
Immanuel
Kant Immanuel
Kant dilahirkan di Koenigsberg, suatu kota di
Prusia Timur, pada tanggal 22
April 1724 , dari keluarga pembuat dan penjual alat-alat
dari kulit untuk keperluan menunggang kuda. Kant merupakan salah seorang tokoh masa pencerahan. Menurut Kant
semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semua dari
pengalaman. Obyek luar ditangkap oleh indera, tetapi rasio mengorganisasikan
bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut (www.Biografi_imanuel _kant.com)
Immanuel
Kant membawa pengaruh besar di Jerman dan pemikiran nya menjadi landasan bagi
J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan Hegel (1770-1831)
(Hamersma,1986:35)
c. Johann Gottlieb Fichte
Johann Gottlieb Fichte (1762 –1814) merupakan filosof yang
mengembangkan beberapa pemikiran dari Immanuel Kant. Menurut Fichte Fakta
dasar dalam alam semesta adalah ego yang bebas atau roh yang bebas.
Dengan demikian dunia merupakan ciptaan roh yang bebas.
d. Friedrich Wilhelm Joseph Schelling
Friedrich Wilhelm Joseph Schelling (1775-1854) Juga
merupakan filosof yang menganut aliran idealisme. Pemikiran Schelling tampak
pada teorinya tentang yang mutlak mengenai alam. Pada dirinya yang mutlak
adalah suatu kegiatan pengenalan yang terjadi terus-menerus yang bersifat
kekal.
e. Georg
Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831)
Georg Wilhelm Friedrich Hegel dikenal sebagai filosof yang
menggunakan dialektika sebagai metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel
adalah dua hal yang dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan
tesis (pengiyaan), antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan
kontradiksi). Pengiyaan harus berupa konsep pengertian yang empiris indrawi.
Menurut hegel yang mutlak adalah roh yang mengungkapkan diri
di dalam alam, dengan maksud agar dapat sadar akan dirinya sendiri. Hakikat roh
adalah ide atau pikiran. Pernyataan Hegel yang terkenal adalah semuanya yang
real bersifat rasional dan semuanya yang rasional bersifat real. Maksudnya
adalah bahwa luasnya rasio sama dengan luasnya realitas.
f. Al- Ghazali
Abdul
Hamid bin Ahmad Al-Ghazali (lebih dikenal dengan sebutan Al-Ghazali), lahir di
Thus (wilayah Khurasan) pada tahun 450H/1058 M (Nizar,2002:85). Pada mulanya Al-Ghazali
beranggapan bahwa pengetahuan itu adalah
hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca indera. Tetapi kemudian ternyata
baginya bahwa pancaindera juga berdusta. Kemudian Al-Ghazali meletakkan
kepercayaanya kepada akal. Tetapi akal juga tidak dapat dipercaya. Namun
kemudian bagi Al-Gahzali bahwa intuisi lebih tinggi dan lebih dipercaya dari
pada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenaranya.
Sumber pengetahuan tertinggi tersebut dinamakan juga al-nubuwwai, yang pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia
berbentuk ilham (Nasution,1999:81).
g. Al- Razi
Nama lengkapnya adalah Abu Bakar
Muhammad ibn Zakaria ibn Yahya al-Razi. Di barat dikenal Rhazes. Ia dilahirkan
di Ray dekat Teheran pada 1 Sya’ban 251 H (865 M). Al- Razi adalah seorang
rasionalis murni. Dengan akal kita melihat segala yang berguna bagi kita dan
yang membuat hidup kita baik, dengan akal kita dapat mengetahui yang gelap,
yang jauh, dan yang tersembunyi dari kita. Dengan akal pula, kita dapat
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahuan tertinggi yang dapat
kita peroleh. Jika akal sedemikian mulia dan penting, maka kita tidak boleh
melecehkannya, kita tidak boleh menentukannya, sebab ia adalah penentu, atau
mengendalikannya, sebab ia adalah pengendali, atau memerintahnya, sebab ia
adalah pemerintah, tetapi kita harus menunjukkan kepadanya dalam segala hal dan
menentukan segala masalah dengannya, kita harus sesuai dengan perintahnya
(Nasution,1999:24-26)
3. Implementasi Idealisme dalam Pendidikan
a.
Tujuan
Pendidikan Menurut Paham Idealisme
Menurut Plato dalam
sebuah negara pendidikan memperoleh tempat utama dan menempatkan perhatian yang
paling khusus. Bahkan, karena adalah tugas dan panggilan yang sangat mulia,
maka ia harus diselenggarakan oleh Negara. Karena pendidikan itu sebenarnya
merupakan sustu tindakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan
ketidakbeneran. Dengan pendidikan, orang-orang akan mengetahui apa yang benar
dan apa yang tidak benar. Dengan demikian pula, orang-orang akan mengenal apa
yang baik dan apa yang jahat, apa patut apa tidak (Raper,1988:110)
Menurut Plato tujuan pendidikan adalah untuk menemukan
kemampuan-kemampuan ilmiah setiap individu dan melatihnya sehingga menjadi
seorang warga negara yang baik, masyarakat dan harmonis, yang melaksankana
tugas-tugasnya secara efisien sebagai seseorang anggota masyarakat (Jalaludin
dan Abdulah Idi,2009:79).
Salah satu cardinal objektif idealisme dan idealis
pendidikan adalah direktik Yunani Kuno untuk “mengetahui dirimu sendiri” Self-realisasi merupakan tujuan penting
dari pendidikan, maka idealis menekankan pentingnya kegiatan semua pengarahan
dalam pendidikan. Mereka percaya bahwa pendidikan yang benar terjadi hanya
dalam diri individu (Howard A.Ozmon, Samuel M Craver,1995:18).
Pernyataan di atas sejalan dengan tujuan menurut para filsuf idealisme dalam (www.Idealisme_pendidikan.com). Pendidikan bertujuan untuk
membantu perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat
bakat manusia berbeda-beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang
harus sesuai dengan bakatnya masing-masing.
Lebih
lanjut secara terperinci tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai
atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran
antara keduanya (www.idealisme_pendidikan.com).
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik
bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian
yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan
hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup
lebih baik.
Tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan
sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit
persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang
tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan
yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian
dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan
sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga
terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan
Jadi dapat disimpulkan tujuan pendidikan menurut pahan
idealisme lebih mengarah kepada pengembangan pemikiran dan diri pribadi siswa,
yang berkesinambungan dengan tujuan untuk pribadu, masyarakat, dan campuran
antar keduanya.
Dengan
demikian, jelaslah bahwa peranan pendidikan yang paling utama bagi manusia
adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan dan pembaharuan itu akan
membentuk manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan
dan moralitas jiwa yang mengantarnya ke ide yang tinggi yaitu kebajikan, kebaikan,
dan keadilan.
b.
Materi
dan Kurikulum Pendidikan Menurut Paham Idealisme
Materi atau apa yang
harus diketahui dalam paham idealisme sesungguhnya sudah ada dalam jiwa. Tugas
pendidik adalah membuat pengetahuan yang tersimpan dalam hati ini menjadi kesadaran.
Para pendidik berusaha agar murid
mencapai kesadaran kesempurnaannya. Untuk mencapai manusia sempurna ini
seperangkat kurikulum disusun secara terstruktur (bertingkat) dengan
berdasarkan warisan pemikiran terbaik generasi demi generasi. Paling penting
tingkatnya adalah ilmu umum tentang filosofi dan teologi kedua hal ini bersifat
abstrak.
Matematika menjadi alat
yang sangat berguna untuk memahami ilmu atau logika yang bersifat abstrak.
Sejarah dan literature mempunyai posisi yang tinggi karena ia mewarisi nilai
moral, model budaya dan kepahlawanan maupun contoh kehidupan. Ilmu alam dan
sain menjadi prioritas berikutnya karena menyediakan penjelasan tentang
hubungan sebab akibat. Disamping siswa memahami literature, idealisme menganggap
perlu terbentuknya manusia yang baik. Untuk itu siswa tidak hanya didorong
untuk mengembangkan skill dan akal pikiran, tetapi juga menanamkan nilai-nilai
kebaikan yang secara naluri sudah ada dalam jiwa. (www.idealisme_pendidikan.com)
Menurut plato, pendidikan sangat perlu, baik
bagi dirinya selaku individu, maupun sebagai warga Negara. Negara wajib
memberikan pendidikan kepada setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk
mengikuti ilmu sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan masing-masing sesuai
jenjang usaianya. Sehingga pendidikan itu sendiri akan memberikan dampak dan
perubahan bagi kehidupan pribadi, bangsa dan negara (Jalaludin dan Abdullah
Idi,2009:78).
Menurut
plato, pendidikan dirancang dan diprogramkan menjadi tiga tahap sesuai tingkat
usia. Pertama, pendidikan yang
diberikan kepada taruna hingga sampai dua puluh tahun. Kedua, dari usia dua puluh tahun sampai tiga puluh tahun. Ketiga dari tiga puluh tahun sampai
empat puluh tahun. Plato juga menekankan perlunya pendidikan direncanakan dan
diprogramkan dengan baik. Karena itu, dalam menanamkan program pendidikan itu,
pemerintah harus mengadakan motivasi, semangat loyalitas, kebersamaan dan
kesatuan cinta akan kebaikan dan keadilan (Jalaludin dan Abdullah
Idi,2009:79).
Kurikulum
pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan
vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan
kemampuan-kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk
pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan (www.idealism_pendidikan.com).
Jadi dapat disimpulkan bahwa materi yang digunakan
guna mengembangkan pendidikan intelektual adalah ilmu-ilmu kealaman, sosial,
pendidikan teknologi, matematika, dan pendidikan bahasa. Materi pendidikan
moral dalam mengembangkan kebajikan yaitu sikap berusaha mencapai kesempurnaan
diri, sikap adil, sikap jujur, tidak memihak, sikap mengetahui kesamaan antar
sesame manusia.
Sedangkan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan
yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif.
Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya
pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.
c.
Metode
Pendidikan serta Peran Guru Menurut Paham Idealisme
Bagi
aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa
memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk
spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan
mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut
paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu
kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual (www.idealisme.com).
Menurut
plato metode terbaik untuk belajar adalah dialektika. pada dasarnya, plato
percaya bahwa kita dapat mengembangkan ide-ide kita dengan cara mencapai
sintesis dan konsep-konsep universal, dimana metode dialektika mencoba untuk
mengintegrasikan berbagai proses belajar ke pada proses belajar yang mengandung
makna (meaningful), (Howard
A.Ozmon, Samuel M Craver,1995:19).
Guru tidak
cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang
siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya
mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif,
mendorong pilihan-pilihan moral pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan
berfikir logis, memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk
masalah-masalah moral dan sosial, meningkatkan minat terhadap isi mata
pelajaran, dan mendorong siswa untuk menerima nilai-nilai peradaban manusia
(www.idealisme_pendidikan.com).
Guru dalam sistem
pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah
personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis
dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik
mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga
disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru
harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7)
Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah,
sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru
harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi
terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya
murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru
harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap
dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana
pun keadaannya(www.idealisme_pendidikan.com).
Jadi
dapat disimpulkan bahwa guru peran tidak
cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang
siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Guru di sini haruslah
memiliki keunggulan moral dan intelektualnya. Metode pembelajaran menurut
paham idealism diantaranya
metode dialektika, dialog, diskusi serta metode yang lainnya yang dapat
digunakan guna mengembangkan pikiran siswa.
d.
Lembaga
Pendidikan yang Menerapkan Aliran Idealisme
Lembaga pendidikan yang menerapkan aliran
idealisme diantaranya ini bisa kita temukan pada lembaga-lembaga pendidikan
pondok pesantren, di mana di pondok pesantren baik guru yang mengajarkan maupun
siswa diharapkan mampu melaksanakan ilmu pengetahuan dalam kehidupan
sehari-hari mereka, dengan kata lain siswa maupun guru selain memperoleh dan
memberikan keunggulan intelektual juga menekankan kepada keunggulan moral mereka.
Di lembaga pesantren biasa kita dengar adanya Panca
Jiwa Pondok pesantren yaitu jiwa keikhlasan, kesederhnaan, kesanggupan menolong
diri sendiri atau berdikari, jiwa ukhuwwah diniyah, dan ukhuwah Islamiyah yang
demokratis antar para santri, dan jiwa bebas. Hal ini searah dengan tujuan
pendidikan menurut paham idealisme yaitu membentuk
manusia utuh, yakni manusia yang berhasil menggapai segala keutamaan dan
moralitas jiwa yang mengantarnya ke ide yang tinggi yaitu kebajikan, kebaikan,
dan keadilan.
Selain
itu kalau kita melihat penjelasan bagaimana implementasi aliran Idealisme dalam
dunia pendidikan, maka sebagai salah satu contoh yang telah menerapkan aliran
filsafat pendidikan idealisme adalah SMK Negeri 2 Medan dimana kedudukan
peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuannya. Dikatakan
demikian karena dalam sekolah ini mengembangkan gagasan atau ide-ide. Dengan
kata lain bahwa idea tau gagasan-gagasan itu sangat dijunjung tinggi dan
kedudukan peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian dan
kemapuan dasarnya/ bakatnya (www. Kardorajagukguk's Blog.com)
Jika kita
melihat kurikulum yang ada dalam aliran filsafat pendidikan Idealisme yang
berisikan pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu
kehidupan/pekerjaan. Maka di sini penulis berpendapat bahwa lembaga pendidikan
yang menganut paham Idealisme selain pondok pesantren antara lain SMK dan STM,
yang orientasinya lebih mengarah ke pada dunia kerja setelah menamatkan
sekolahnya. Tidak hanya SMK Negeri 2
Medan, tetapi kemungkinan seluruh SMK dan STM di seluruh Negara Indonesia
menganut aliran Idealisme, karna seluruh orientasi SMK dan STM itu sama yaitu
pelatihan keahlian agar berguna untuk diri siswa dalam mencari pekerjaan guna
memenuhi kebutuhan dalam hidupnya.
Jika
dilihat dari tujuan, kurikulum, metode, peran guru, menurut paham idealisme
maka kita akan mengetahui bahwa di Indonesia telah banyak lembaga-lembaga
pendidikan yang menerapkan paham idealisme ini, diantaranya pondok pesantren,
SMK, STM, dan lembaga pendidikan yang lainnya.
C.
Kesimpulan
Idealisme ialah aliran filsafat yang menganggap atau memandang ide
itu primer dan materi adalah sekundernya, dengan kata lain menganggap materi
berasal dari idea atau diciptakan dari ide.
Tokoh-tokoh lain yang juga
mendukung aliran idealisme antara lain Immanuel Kant, George Berkeley, Fichte,
Hegel dan Schelling serta Ilmuan Islam yang sejalan dengan idealisme adalah
Imam Al Ghazali dan Al-Razi. Lembaga yang telah menerapkan aliran filsafat
pendidikan idealisme adalah Pondok pesantren, STM, dan SMK Negeri 2 Medan
dimana kedudukan peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuannya.
DAFTAR
PUSTAKA
A. Howard,Ozom Samuel Craver.1995. Philosophical Foundation Of Education. Engelwood Cliffs. New
Jersey .
Bakry, Hasbullah.1992. Sistematika
Filsafat. Jakarta :wijaya
Falsafatuna. 1991. Pandangan
Muhammad Baqir ash-ash dr Terhadap Berbagai Aliran Filsafat Dunia. Bandung :
Miza.
Hammersma,H. 1986. Tokoh-Tokoh
Filsafat Modern. Jakarta :
Gramedia.
Hardiwijoyo, harun. 1980. Sari Sejarah Filasafat Barat. Yogyakarta :
karnisus
Jalaludin dan Abdullah Idi. 2009. Filsafat Pendidikan, Manusia, Filasafat, dan Pendidikan. Jogjakarta :
Ar-Ruzz Media.
Lavinel,t.z.2003. Plato.
Yogyakarta :
Jendela.
Nasution, Hasyimsyah.1999. Filsafat Islam. Jakarta : Gaya media
Pratama.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat
Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta :
Ciputat Pers.
Poedjawijanta.1986.
Pembimbing ke Arah AlamFilsafat. Jakarta : Bina
Aksra.
Ramayulis dan Samsul Nizar, 2009. Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistematis Pendidikan dan Pemikiran
Para Tokohnya. Jakarta :
Kalam Mulia.
Raper, J.H. 1988. Filsafat
Politik Aristoteles. Jakarta :
Rajawali.
Smith, S. 1986. Gagasan-Gagasan
Tokoh-tokoh Bidang Pendidikan. Jakarta : Bina
Aksara.
Suryadipura.1994.
Manusia dan Atomnya: dalamkeadaan Sehat dan Sakit (Anthropologi Berdasarkan
Atomfisika). Jakarta : Bina
Aksara.
http://www.Biografi_imanuel _kant.com
http://www.Idealisme_pendidikan.com.
http:// www. Kardorajagukguk's Blog.com
http: //www.Sma_sukarja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar