Kamis, 09 Desember 2010

DEMOKRASI DAN DESENTRALISASI PENDIDIKAN

Ditulis Oleh : EKA YANUARTI, M.Pd.I


ABSTRAK

Demokrasi pendidikan adalah mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat  dan orang tua untuk saling bahu-membahu menyelenggarakan pendidikan yang dikehendaki bagi anak-anaknya, dengan berpedoman pada  ketentuan-ketentuan umum yang berlaku.
            Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusan sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan, beserta masyarakat, pengelola dan pengguna pendidikan itu sendiri namun harus tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional sebagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional. .        
Kata kunci: Demokrasi dan desentralisasi pendidikan


A.    Pendahuluan
Reformasi pendidikan, meskipun dikatakan oleh Surakhmad dalam buku Hardiyanto (2004:40) secara psikologis dan politis dirasakan amat terlambat dan secara teknisi dikatakan terlalu cepat, pada dasarnya merupakan salah satu tekad dan gebrakan bangsa Indonesia yang harus tetap dijaga untuk melakukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dari kondisi itu tidak mengherankan kalau kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memperhatinkan, berada pada urutan rendah dibanding dengan pendidikan di negara-negara lain baik pada tingkat regional maupun internasional.
Sebagai usaha untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia Indonesia, pemerintah Indonesia melaksanakan keinginan reformasi dan demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Wacana demokrasi dan desentralisasi pendidikan ini dimunculkan sebagai antisipasi terhadap masa depan yang semakin kompetitif di mana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat.
Makalah sederhana ini akan membahas mengenai bagaimana munculnya  demokrasi dan desentralisasi pendidikan, apa makna dari demokrasi dan desentralisasi pendidikan, serta pelaksanaanya di Indonesia.

B.     Pembahasan
1.    Demokrasi Pendidikan
a.                                                          Munculnya Demokrasi Pendidikan
            Tantangan terbesar dalam dunia pendidikan adalah pemberlakuan era globalisasi, namun di sisi lain era tersebut akan memberikan peluang yang cukup besar dalam mengembangkan peran pendidikan dalam nuansa universal. Pendidikan pada era global mengharuskan suatu peran yang serba instan, baik dari segi pembaruan manajemen, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai-nilai kebudayaan yang progresif.
            Penerapan demokrasi dalam sektor pendidikan merupakan suatu kerangka yang dapat menyerap berbagai tuntutan kebutuhan masyarakat dalam berbagai kondisi heterogenitas, budaya, agama, serta geografis. Hal ini diharapkan agar pendidikan lebih mengedepankan keberagaman metode pendidikan yang mampu mengembangkan kemampuan masyarakat daerah secara professional serta dapat mengembangkan nilai-nilai kemasyarakatan dalam pergaulan nasional, maupun internasional.
            Demokrasi yang dikenal luas sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, ditandai dengan adanya pengakuan dan praktek persamaan hak dan kewajiban dalam masyarakat luas. Pendidikan berjasa dalam membentuk pondasinya seperti rakyat yang tahu hak dan kewajibannya, rakyat yang mengakui persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, membuka kesempatan yang luas bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai persamaan, dan membentuk rakyat yang kritis.
            Pendidikan tidak saja memungkinkan tumbuhnya alam demokrasi, tetapi juga membuat demokrasi menjadi hal yang utama untuk hadir di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
            Konsekuensi penerapan demokrasi dalam pendidikan berarti menjamin mengembangkan kebebasan akademik. Artinya pola penyelenggaraan pendidikan harus dapat memberikan kebebasan kepada seluruh elemen pendidikan dalam mengemukakan pendapat dan menghargai perbedaan pendapat, sehingga masyarakat belajar akan terbiasa dengan pengembangan daya nalar yang kritis dan progresif.
            Penerapan demokrasi dalam dunia pendidikan dilandasi oleh adanya kesedaran akan keberagaman kondisi masyarakat, dimana sistem pengelolaan pemerintahan dalam menangani masalah pendidikan diarahkan pada prinsip desentralisasi. Hal ini kian menyampingkan kebijakan sentralisasi yang diterapkan pada era orde baru. Komitmen penerapan demokrasi pendidikan di Indonesia dalam mengemban misi reformasi total, diterbitkan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah. Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang lebih luas kepada daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendir atas dasar prakarsa dan partisipasi masyarakat.

b.                                                          Pengertian Demokrasi Pendidikan
Perkataan “demokrasi” berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos berarti rakyat dan cratein yang berarti memerintah. Jadi, dilihat dari asal katanya, demokrasi berarti pemerintah berasl dari rakyat, dilaksanakan rakyat, dan untuk kepentingan rakyat (M.Sirozi, 2005:155).
Demokrasi pendidikan menurut Hasbullah, (2005:244) adalah pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidikan dan anak didik, serta juga dengan  pengelola pendidikan.
Demokrasi pendidikan di sini bisa diartikan mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah setempat, masyarakat  dan orang tua untuk saling bahu-membahu dalam menyelenggarakan pendidikan yang dikehendaki bagi anak-anaknya, dengan berpedoman padaketentuan-ketentuan  umum yang berlaku.

c.                                                           Prinsip-Prinsip Demokrasi dalam Pendidikan
Pengembangan demokrasi pendidikan yang dikembangkan berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, berarti itu akan selalu memperhatikan prinsip-prinsip berikut yang dikemukakan oleh M. Djumberansyah Indar (1994:118) adalah:
1)   Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya.
2)   Wajib menghormati dan melindungi hak asai manusia yang bermartabat dan berbudi pekerti luhur.
3)   Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional dengan memanfaatkan kemapuan pribadinya dalam rangka mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan Iptek tanpa merugikan pihak lain.
            Prinsip-prinsip dalam demokrasi pendidikan yaitu : adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara, adanya kebijakan yang dilandasi oleh prinsip buttom-up, adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat, serta berlakunya transparansi dan akuntabilitas publik, (Iyank, 2008, demokrasi dan pendidikan (http://www.demokrasi_pendidikan.com))


1)   Adanya kesamaan hak dan kewajiban setiap warga negara.
            Pendidikan harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh warga negara untuk memperoleh pendidikan. Perlakuan proses penyelenggaraan pendidikan harus diarahkan pada keberagaman potensi individu peserta didik, di mana mereka diberikan kebebasan untuk mampu mengekspresikan diri dalam potensi berpikir, bertindak, dan berinovasi.
2)   Adanya arah kebijakan dilandasi oleh prinsip buttom-up.
            Prinsip kebijakan dari bawah ke atas pimpinan, dalam dunia pendidikan memberikan konsekuensi terhadap keterlibatan aktif seluruh komponen peserta didik, orang tua, tenaga kependidikan, kepala sekolah, masyarakat, dan pemerintahan setempat. Keadaan ini mencerminkan berlakunya asas desentralisasi melalui prinsip penerapan otonomi daerah.
3)   Adanya partisipasi aktif seluruh komponen masyarakat.
            Bentuk partisipasi dalam demokrasi pendidikan adalah berusaha melibatkan diri dalam proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, dan pengawasan mutu pelayanan pendidikan. Hal ini sebagaimana prinsip yang diterapkan dalam manajemen berbasis masyarakat (School based community).
4)   Berlakunya prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
            Demokrasi pendidikan pada hakikatnya harus dilaksanakan atas prinsip memperhatikan kebutuhan perkembangan tuntutan masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, pendidikan dalam era demokrasi memberikan wahana bagi pembentukan nasib dan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, dalam implementasinya, pendidikan akan diarahkan pada kebijakan yang lebih transparan, serta memiliki komitmen bagi akuntabilitas publik.
            Memperhatikan prinsip di atas, dapat dikatakan bahwa pendidikan sebagai penentu keberhasilan pelaksanaan demokrasi, dan demokrasi akan memberikan keberhasilan kualitas pendidikan. Hal tersebut lebih memberikan pada makna peranan sumber daya manusia dalam menjalankan nilai-nilai kemasyarakatan. Semakin tinggi kualitas masyarakat sebagai hasil proses pendidikan, semakin besar kemungkinan masyarakat mengerti tentang penerapan sistem demokrasi pada suatu bangsa.

d.                                                          Pelaksanaan Demokrasi Pendidikan di Indonesia.
Sebenarnya bangsa Indonesia telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak diproklamasikannya kemerdekaan hingga masa sekarang ini. Pelaksanan tersebut telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku di Indonesia terutama dalam Undang-Undang dasar 1945 pasal 31 berbunyi :
1)   Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
2)   Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. (Hasbullah,2005:205)
      Pelaksanaan demokrasi pendidikan tidak hanya terbatas pada pemberian kesempatan belajar tetapi juga mencakupi fasilitas pendidikan sesuai jenis dan jenjang pendidikan yang dibutuhkan masyarakat dengan tetap berorientasi pada peningkatan mutu, dan keserasian antara pendidikan dengan lapangan kerja yang tersedia.
            Semua lapisan masyarakat melalui lembaga-lembaga sosial dan keagamaan akan mungkin menyelenggarakan pendidikan dengan mengikuti petunjuk arah dan pedoman yang telah dibuat dan disepakati sebagai standar dalam keseragaman pelaksanaan pendidikan.

e.     Hambatan-Hambatan dalam Demokrasi Pendidikan
            Penerapan demokrasi dalam pendidikan, disamping memberikan peluang kepada kemajuan penyelenggaraan, juga memberikan beberapa aspek kelemahan dalam tataran pelaksanaannya. Beberapa kelemahan pelaksanaan demokrasi dalam pendidikan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan, Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan, Rendahnya pembiayaan pendidikan, dan Tantangan kehidupan Global. (Iyank, 2008, demokrasi dan pendidikan (http://www.demokrasi_pendidikan.com)).
1)    Rendahnya keperdulian masyarakat terhadap pendidikan.
            Secara umum, kondisi masyarakat dalam melihat peran pendidikan hanya sebatas strategi formalistik untuk memperoleh gelar tertentu. Di sisi lain, peran pendidikan pun masih belum banyak menyentuh terhadap kebutuhan masyarakat secara riil. Rendahnya keperdulian masyarakat terlihat dari menurunnya tingkat partisipasi terhadap standar kualitas yang diinginkan, baik secara fisik maupun bobot lulusan. Pendidikan sering dipandang hanya sebatas tanggung jawab pemerintah, padahal pendidikan yang bermutu sangat memerlukan peran aktif seluruh komponen masyarakat, baik dalam segi perancangan kurikulum, materi pembelajaran, proses pendidikan, dan pembiayaan
2)   Rendahnya kualitas pemahaman demokrasi dalam pendidikan.
            Proses penyelenggaraan pendidikan masih menitikberatkan pada kondisi pembelajaran yang bersifat doktrinisasi. Hal tersebut banyak dipengaruhi oleh sistem sentralisasi kewenangan pada masa orde baru dalam membentuk sistem pendidikan sebagai komoditas politik dan ekonomi. Pada masa transisi dalam era reformasi, upaya memperbarui pola penyelenggaraan pendidikan ke arah demokrasi, nampaknya masih memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena dibutuhkan suatu langkah penyesuaian kebijakan sekaligus peran tenaga kependidikan dan manajemen sekolah yang mengerti terhadap prinsip dasar demokrasi pendidikan.
3)    Rendahnya pembiayaan pendidikan.
            Komponen masalah yang terbesar dalam mengejar kualitas pendidikan bertumpu pada faktor pembiayaan. Untuk menumbuhkembangkan kondisi pembaruan pendidikan ke arah demokrasi tentu memerlukan biaya yang cukup besar, baik bagi kepentingan peningkatan kualitas tenaga kependidikan, maupun sarana pendukung proses pembelajaran.
4)    Tantangan kehidupan Global.
            Derasnya era globalisasi yang memberikan proses percepatan pembaruan sistem pendidikan, telah banyak menciptakan suatu tantangan sekaligus pula peluang dalam persaingan global. Penerapan demokrasi dalam sistem pendidikan nasional perlu memperhatikan aspek perkembangan dunia internasional, baik dalam proses pelaksanaan pendidikannya, maupun kualitas lulusan yang lebih universal. Kendati pendidikan diterapkan dalam mekanisme otonomi daerah dengan asas desentralisasi, namun sebaiknya tetap melihat aspek standar kualitas global, sehingga diharapkan dalam perkembangannya mampu menciptakan inovasi baru baik dari segi pengetahuan, maupun kesenaian dan kebudayaan daerah yang mampu berperan dalam percaturan global.

2.      Desentralisasi Pendidikan
a.                                                          Munculnya Desentralisasi Pendidikan
            Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberikan nuansa kehidupan yang cerdas pula, secara progresif akan membentuk kemandirian. Masyarakat bangsa yang demikian merupakan investasi besar dalam proses pembangunan di suatu negara, baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
            Terbentuknya kualitas pendidikan yang dapat mengantarkan masyarakat pada kecerdasan dan kemandirian, diperlukan kerangka sistem penyelenggaraan pendidikan yang meliputi kejelasan arah kebijakan yang ditetapkan. Arah kebijakan pendidikan di Indonesia
meliputi:
1)   Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia.
2)   Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan.
3)   Melakukan pembaruan sistem pendidikan termasuk pembaruan kurikulum.
4)   Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah.
5)   Melakukan pembaruan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen.
6)   Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
7)   Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin seara terarah, terpadu, dan menyeluruh.(Iyank, 2008, desentralisasi pendidikan (http://www.desentralisasi_pendidikan.com))
          Penetapan arah kebijakan sektor pendidikan di Indonesia, dilandasi oleh pembaruan kebijakan publik yang memberikan otonomi daerah. Hal tersebut sebagai wujud pelaksanaan tuntutan reformasi yang diawali dari adanya beberapa perubahan dalam berbagai bidang kehidupan, baik politik, moneter, hankam, dan kebijakan mendasar lainnya. Keinginan pemerintah dalam mengejawantahkan pelaksanaan UU nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, dan UU nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, mengarahkan sektor pendidikan pada desentralisasi kebijakan dengan tingginya partisipasi aktif masyarakat.
Menurut Fiske (1998:24-27) sekurang-kurangnya ada empat alasan  rasional diterapkannya sistem desentralisasi sebagai sistem penyelenggaraan sosial, termasuk pendidikan :
1)   Alasan politis, yakni untuk mempertahankan stabilitas dalam rangka memperoleh legitimasi pemerintah pusat dari daerah, sebagai wujud penerapan ideologis sosialis dan untuk menumbuhkan kehidupan demokratis.
2)   Alasan sosio-kultural yakni untuk memberdayakan potensi masyarakat lokal.
3)   Alasan teknis administrasf dan paedagogis, seperti untuk manajemen lapisan tengah, agar dapat membayar gaji tepat waktu dan untuk meningkatkan antusiasisme guru dalam proses belajar mengajar.
4)   Alasan ekonomi-finansial seperti meningkatkan sumber daya tambahan untuk pembiayaan pendidikan dan sebagai alat pembangunan ekonomi.
          Konsep desentralisasi merupakan suatu kerangka kewenangan kebijakan pengelolaan pendidikan yang menggeser paradigma sentralisasi semasa pemerintahan orde baru. Konsep desentralisasi dan sentralisasi mengacu pada sejauh mana wewenang dilimpahkan, dari suatu tingkatan manajemen kepada tingkatan manajemen berikutnya yang berada di bawahnya, atau tetap ditahan pada tingkat puncak (sentralisasi).
            Landasan filosofi desentralisasi pendidikan di Indonesia mencakup Pancasila, prinsip demokrasi, dan otonomi daerah. Dasar pemberlakuan desentralisasi adalah ditetapkannya otonomi daerah dalam mekanisme pengambilan keputusan dalam pemerintahan di Indonesia. Secara riil, desentralisasi pendidikan hakikatnya dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam konteks demokrasi pada setiap daerah, di mana segala bentuk kebijakan harus diawali oleh format buttom up (bawah ke atas). (Iyank, 2008, desentralisasi pendidikan (http://www.desentralisasi_pendidikan.com)).
            Pendekatan desentralisasi pendidikan pada masa sekarang ini merupakan suatu langkah yang logis, karena pelaksanan sentralistik kini dirasakan tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan. Dengan memberikan wewenang kepada daerah untuk mengatur pendidikan nya sendiri dapat meningkatkan mutu pendidikan khususnya di daerah masing-masing.

b.                                                          Pengertian Desentralisasi Pendidikan
Menurut Burnett et al, yang dikutip oleh M.Sirozi (2003:83) desentralisasi pendidikan adalah otonomi untuk mengunakan input pembelajaran sesuai dengan tuntunan sekolah dan komunitas yang dapat dipertanggungjawabkan kepada orang tua dan komunitas.
Pengertian desentralisasi pendidikan menurut Sufyarma (2003:83) adalah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan  pada kebhinekaan. Pelaksanaan desentralisasi pendidikan yang dilatarbelakangi oleh setiap daerah memiliki sejarah sendiri, kondisi dan potensinya sendiri yang berbeda tentang keadaan dirinya, permasalahannya dan aspirasinya. Daerah berfungsi untuk menyusun rencana, merumuskan kebijaksanaan, mengambil keputusan, dan menentukan langkah-langkah pelaksaan pendidikan di daerah.
            Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan kekuasaan dan wewenang yang lebih luas kepada daerah untuk membuat perencanaan dan mengambil keputusan sendiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di bidang pendidikan, beserta masyarakat, pengelola dan pengguna pendidikan itu sendiri namun harus tetap mengacu kepada tujuan pendidikan nasional sebagian dari upaya pencapaian tujuan pembangunan nasional. .        


c.                                                           Tujuan Desentralisasi Pendidikan
            Menurut Winkler, desentralisasi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan effisiensi tehnikal. Pendapat ini ditopang oleh argumentasi bahwa tanggung jawab sosial yang lebih besar lebih banyak berkaitan dengan pengambilan keputusan di tingkat lokal (M.Sirozi, 2005:236).          
Menurut N. McGinn dan T.Welsh (2003:19-21) desentralisasi diusulkan dalam rangka :
1)   Meningkatkan pendidikan secara langsung
2)   Meningkatkan Penyelenggaraan sistem pendidikan
3)   Mengubah sumber daya dan jumlah dana yang tersedia bagi pendidikan
4)   Memanfaatkan pemerintah pusat
5)   Memanfaatkan pemerintah lokal.
Dengan demikian desentralisasi pendidikan di Indonesia mengacu pada pemberian kewenangan kebijakan dari pemerintah pusat pada pemerintah daerah kabupaten/kota. Tujuan diberlakukannya desentralisasi adalah terwujudnya pemerataan kesempatan pendidikan dengan tercapainya program wajib belajar 9 tahun, adanya pengembangan keberagaman potensi peserta didik dan lingkungan dalam konteks kurikulum diversifiksi yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, meningkatnya partisipasi masyarakat terhadap dunia pendidikan, serta sistem penyelenggaraan pendidikan yang lebih efektif dan efesien.
 Oleh karena itu, desentralisasi merupakan program peningkatan tanggung jawab yang lebih besar untuk pemerintahan tingkat porvinsi dan kabupaten dalam mencapai tujuan-tujuan Pendididikan. Jadi jelaslah bahwa tujuan utama desentralisasi pendidikan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.


d.                                                          Pelaksanaan desentralisasi Pendidikan di Indonesia
            Secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan, yaitu: pertama, desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan kedua, desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.(Abdurahmansyah,2005:150)
            Pelaksanaan desentralisasi pendidikan di Indonesia menitikberatkan pada sektor pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat pada kabupaten/kota. Bentuk pelimpahan kewenangan mengacu pada pelaksanaan otonomi daerah, dimana pemerintahan kabupaten/kota beserta masyarakat diupayakan dapat menggali potensi sumber daya yang tersedia dengan penuh tanggung jawab. Komponen-komponen sektor pendidikan yang dapat dipertimbangkan untuk didesentralisasikan adalah sebagai berikut:
Komponen pendidikan
Kewenangan dalam
Organisasi dan poses belajar
Mengajar
Menentukan sekolah mana yang dapat diikuti seorang murid.
Waktu belajar di sekolah.
Penentuan buku yang digunakan.
Kurikulum.
Metode pembelajaran.
Manajemen guru
Memilih dan memberhentikan kepala sekolah.
Memilih dan memberhentikan guru.
Menentukan gaji guru.
Memberikan tanggung jawab pengajaran kepada guru.
Menentukan dan mengadakan pelatihan kepada guru.
Struktur dan perencanaan
Membuka atau menutup suatu sekolah.
Menentukan program yang ditawarkan sekolah.
Definisi dari isi mata pelajaran.
Pengawasan atas kinerja sekolah.
Sumber daya
Program pengembangan sekolah.
Alokasi anggaran untuk guru dan tenaga administratif (personnel).
Alokasi anggaran non-personnel.
Alokasi anggaran untuk pelatihan guru.
Alisjahbana.Armida.S(http://www.desentralisasi_pendidikan.com)


            Pengembangan konsepsi desentralisasi pendidikan di Indonesia dikemas dalam program pendidikan school based management dan School based community. Partisipasi masyarakat dalam konteks MBS dan MBM diwadahi melalui komite/dewan sekolah yang memiliki peran sebagai berikut:
1)   Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan.
2)   Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan.
3)   Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan.
4)   Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dengan masyarakat.(H.A.R. Tilaar,2004:30)
            Agar pelaksanaan desentralisasi pendidikan dapat efektif, diperlukan unsur poros-poros perumusan desentralisasi pendidikan yang meliputi: wawaswan nusantara, asas demokrasi, kurikulum, tenaga kependidikan, PBM, efesiensi, pembiayaan, dan partisipasi. Dengan demikian, desentralisasi pendidikan dapat terlaksana dengan baik apabila ditunjang oleh perangkat peraturan perundangan yang memadai, model pelaksanaan yang memberikan keleluasaan kewenangan dalam proses penetapan manajerial pendidikan, serta adanya dukungan kuat dari partisipasi masyarakat.
e.                                                           Hambatan-Hambatan dalam Desentralisasi Pendidikan
            Kebijakan ini juga memiliki sisi kelemahannya, antara lain adalah:
1)   Tidak meratanya kemampuan dan kesiapan pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakan desentralisasi pendidikan, khususnya pemerintah daerah di wilayah terpencil. Bahkan untuk wilayah tertentu implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan secara penuh justru cenderung menjadi masalah tersendiri di daerah tersebut.
2)   Tidak meratanya kemampuan keuangan daerah (Pendapatan Asli Daerah) dalam menopang pembiayaan pendidikan di daerahnya masing-masing, terutama daerah-daerah miskin.
3)    Belum adanya pengalaman dari masing-masing pemerintah daerah untuk mengatur sendiri pembangunan pendidikan di daerahnya sesuai dengan semangat daerah yang bersangkutan. Sehingga dikhawatirkan implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan akan dijadikan komoditas bagi pemerintah daerah tertentu untuk tujuan-tujuan jangka pendek.
4)    Belum bersihnya aparat birokrasi dari mentalitas dan budaya korupsi.
5)   Belum jelasnya pos-pos anggaran untuk pendidikan (http:www//desentralisasi-pendidikan_diIndonesia.com)
            Hambatan-hambatan yang ada pada pelaksanaan desentralisasi pendidikan lebih kepada permasalahan kesiapan bangsa kita sendiri mulai dari kesiapan mental para pelaku dan penyelenggara pendidikan, kesiapan sumber daya manusia yang masih terbatas, serta kesiapan sumber dana yang belum mencukupi.

f. Dampak Desentralisasi Pendidikan
Dampak  dalam desentralisasi pendidikan adalah :
1)   Memberdayakan sekolah dan masyarakat untuk menentukan programnya.
2)   Desentralisasi dapat mencapai efesiensi yang diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumberdaya secara optimal.
3)   Menumbuhkan dan mengembalikan hak demokrasi pada tingkat institusi lokal.
4)    Lebih besar peluang meningkatkan kesejahteraan guru.
5)    Mendorong profesionalisme kepala sekolah dan guru.
6)   Mendorong guru lebih kreatif melakukan inovasi pengajaran.
7)    Lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat setempat, menjamin kualitas pelayanan terhadap siswa dan masyarakat.
8)    Penyederhanaan birokrasi, dan sebagainya dengan demikian terbuka peluang bagi masyarakat ikut serta meningkatkan kualitas kegiatan pendidikan (http://tenagakependidikan.blogspot.com/2009/03/desentralisai_pendidikan_07.html).
            Akan tetapi di lain pihak, desentralisasi dapat menciptakan ketidaksertaan antar sekolah dan antar daerah. Pada tingkat lokal, desentralisasi dapat melahirkan banyak pilihan bagi sekolah dan orang tua, memperbanyak ragam sumber pendanaan, dan memperbesar akses terhadap informasi sehingga pada gilirannya akan dapat melahirkan beragam metode, kriteria, pilihan-pilihan dan tentu saja hasil. Secara perlaha-lahan, keragaman ini akan menimbulkan ketidaksetaraan antar sekolah antar daerah.
Jadi desentralisasi pendidikan dapat mendorong terciptanya kemandirian dan rasa percaya yang tinggi kepada pemerintah daerah yang pada gilirannya akan membuat pemerintah daerah berlomba meningkatkan pelayanan pendidikan bagi masyarakat di daerahnya sendiri.




C.    Kesimpulan
            Paradigma pendidikan yang mengarah pada era demokrasi banyak memberikan konsekuensi logis dalam mempersiapkan kondisi masa transisi budaya. Masyarakat yang mengalami situasi demokrasi umumnya lebih menghargai perbedaan pandangan dan keberagaman status sosial. Demokrasi pendidikan tidak terlepas dari peran aktif seluruh komponen masyarakat dalam menentukan arah dan sasaran kualitas yang diinginkan. Dengan kata lain, demokrasi pendidikan sangat terkait dengan partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam menentukan kebijakan pendidikan, melalui mekanisme buttom-up.
Konsep desentralisasi pendidikan memberikan keleluasaan kewenangan bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk mengatur dan mengelola pendidikan di Wilayahnya. Proses kebijakan pemerintah daerah dalam dunia pendidikan harus melibatkan peran serta masyarakat, sebagai salah satu amanat dari diberlakukannya otonomi daerah.
Alasan utama diberlakukannya desentralisasi pendidikan adalah mengubah paradigma pendidikan sentralistis pada desentralisasi. Hal tersebut sebagai alternatif pengembangan keberagaman potensi pendidikan yang tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, sehingga suatau saat diharapkan dapat membentuk citra dan kewibawaan pendidikan sebagai motor penggerak bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia.







Dafatr Pustaka

Abdurrahmansyah, 2005, Wacana Pendidikan Islam, Jogjakarta:Global Pustaka Utama.
Albab Ulil, 2005,Analisis Swot Kebijakan Desentralisasi Pendidikan di Indonesia, (http://www.desentralisasi_pendidikan_diIndonesia.com)
Alisjahbana.Armida.S, 2000, Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan, (http://www.desentralisasi_pendidikan.com)
Djumberansyah. M, 1994, Filsafat Pendidikan, surabaya:Karya Abditama.
Fiske. Edward B., 1998, Desentralisasi pengajaran : politik dan konsensus, terjemahan A.B. Basilius Bengote, Jakarta:Grasindo.
Hardiyanto, 2004, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, Jakarta:Rineka Cipta.
Hasbullah, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rajawali pers.
Iyank, 2008, desentralisasi pendidikan (http://www.desentralisasi_pendidikan.com)
Iyank, 2008, demokrasi dan pendidikan (http://www.demokrasi_pendidikan.com)
McGinn. N dan T.Welsh, 2003, Desentralisasi Pendidikan, Jakarta: logos
Mintarsih. Danumiharja, 2007, Desentralisasi Pendidikan, diambil tanggal 15 Oktober 2009,dalam(http://tenagakependidikan.blogspot.com/2009/03/desentralisai_pendidikan_07.html).
M. Sufyarman, 2003, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Bandung:Alfabeta.
Sirozi. M, 2005, Politik Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo persada..
Tilaar. H.A.R, 2004, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta.
UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
UU No.25 tahun  1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,

2 komentar: